Lokasi :
Kecamatan Tanjung Raya
Tidak ada
yang tahu dari mana dan siapa yang mencetuskan apa itu simuntu. Ada kemiripan
dengan tradisi Halloiueen di negeri Barat sana. Bedanya, dandanan anak-anak
bule itu merefleksikan berbagai hantu yang menyeramkan
sedang-kan
simuntu justru menunjukkan kreativitas Anak Nagari Salingka Danau
Maninjau Kec. Tanjung Raya Kabupaten Agam Sumatera Barat dalam
memposisikan hantu sebagai penyenang hati.
Kehadiran
simuntu mengajarkan kepada anak-anak bahwa hantu itu tak ada. Yang ada hanya
sebuah sosok yang didandani sejelek mungkin. Sehingga, esensi rasa takut bagi
anak-anak teralih kepada sesuatu yang nyata.
Festival
simuntu biasanya dilakukan setelah salat Idul Fitri atau Idul Adha dengan
ritual rias yang menyeramkan bagi anak-anak, namun mengundang senyum para orang
tua yang melihat anak-anak berpakaian seram datang ke rumah-rumah mereka
Biasanya
seluruh tubuh simuntu dibungkus daun kering ( Ijuak, Karisiak dan lain-lain).
Anak-anak merangkainya menjadi pakaian utuh, mulai baju hingga celana
Tak sedikit
pun bagian tubuhnya yang kelihatan. Sementara mukanya ditutupi dengan topeng
yang dibuat dari kertas kardus bekas yang kemudian dilukis seseram mungkin.
Misalnya dengan menampilkan wajah binatang seperti serigala, atau sosok lain
yang mereka bayangkan. Tapi, beberapa simuntu ada yang memakai sebo, penutup
kepala.
Setelah
selesai berdandan, simuntu akan diarak teman-temannya. Sambil menabuh empat
sampai sembilan tambur dan tansa, mereka mendatangi rumah-rumah penduduk. Jalan
mereka dibuat seperti gorila raksasa diiringi tarian jenaka.
Jika telah
mendengar bunyi tambur bertabuh-tabuh, orang-orang akan berdiri di pintu
memegang uang receh. Saat sampai di pintu sebuah rumah, simuntu akan
menari-nari sehingga melahirkan suara gesekan bulu-bulunya yang lebat. Tarian
itu berlangsung sampai si empunya rumah memasukkan uang receh ke kantong
plastik besar yang tergantung di leher Simuntu.
Festival
arak-arakan simuntu menambang, minta sumbangan, dimulai dari kantor wali nagari.
Semua perkakas seperti tambur, tansa, akan disimpan di kantor pemuda, untuk
dipakai esok hari. Setiap hari biasanya ada empat sampai enam simuntu yang
memeriahkan lebaran. Mereka mendatangi setiap rumah meminta sumbangan, dan
biasanya uang terkumpul digunakan untuk kegiatan kepemudaan, masjid, atau
membantu masyarakat yang terkena musibah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar